Massa "Piknik Melawan" Serukan Perhatian Pramono Anung Pasca Pengusiran oleh Satpol PP

JAKARTA, - Kelompok demonstran dalam aksi "Piknik Melawan" mengharapkan perhatian dari Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, setelah Satuan Polri Pamong Praja (Satpol PP) menyelesaikan pembubaran acara kampanye damai yang melibatkan pendirian tenda di depan Gerbang Pancasila Gedung DPR/MPR RI, Jalan Gelora, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Selatan pada hari Rabu tanggal 9 April 2025.

"Kami mendorong Gubernur PramONO agar mengikuti langkah yang telah ditetapkan Satpol PP Jakarta hari ini," ujar seorang wakil dari kelompok penegakan hukum bernama Al ketika dihubungi pada hari Rabu, 9 April 2025.

Masyarakat pun mengkritik sikap Pasukan Keamanan Internal (Paminternal) DPR RI serta Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP), karena tampaknya saling menyalahkan dalam hal ini.

Ternyata, para pendukung dari Piknik Melawan membangun tenda diatas trotoar usai sebelumnya mereka digiring dengan paksa oleh Petugas Pengamanan DPR RI pada hari Selasa (8/4/2025). Mereka awalnya menempatkan tendanya persis di hadapan Gerbang Pancasila.

"Tetapi, ketika berada di trotoar, kita juga dilarang oleh Satpol PP karena tak ada koordinasi antara instansi," tegasnya.

Al mengatakan bahwa penghentian kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Satpol PP dengan jumlah sekitar 30 personel.

"Petugas Satpol PP yang diketuai oleh Teguh B menggunakan sistem Pengeras Suara untuk memberikan instruksi kepada tim agar mengevakuasi tenda serta peralatan pendukung para penyelenggara acara," jelas Al melalui rilis resmi yang ditujukan ke .

Para pengangkat tenda dan peralatan mendadak terhenti karena harus menanti hasil negosiasi di antara kelompok penyelamat demokrasi (TAUD) dengan pihak yang mengawali tindakan penyebaran protes tersebut.

Pada pembicaraan itu, Satpol PP tetap menyatakan bahwa para pengunjuk rasa telah menyalahi aturan dengan memakai jalanan sebagai lokasi protes.

Al menyebutkan bahwa Satpol PP menegaskan mereka telah membubarkan demonstrasi lantaran mendapat keluhan dari warga tentang pemasangan tenda diatas trotoar yang menghalangi jalan bagi pengguna pejalan kaki.

"Telah terjadi serangkaian perbincangan mendalam agar kami yakin trotoar merupakan area publik yang bisa dipakai untuk protes tersebut. Akan tetapi, petinggi Satpol PP menuntut penghentian paksa dari unjuk rasa damai kami," jelas Al.

Sebaliknya, para pendukung aksi Piknik Melawan menegakkan tenda di pinggiran jalan ketika petugas keamanan DPR mengharuskan mereka untuk memindahkan tenda yang tadinya berada persis di depan Gerbang Pancasila.

"Perwakilan dari para pendemo telah mengharapkan agar kepala tim pengamanan DPR RI hadir dan melakukan dialog bersama kita serta Satpol PP," jelas Al.

"Tetapi Satpol PP memberikan alasan bahwa otoritas dan kewajiban Pamdal DPR RI tidak berlaku di daerah trotoar karena menjadi tanggung jawab Satpol PP," jelasnya.

Pada tahapan perundingan disebutkan bahwa tak ada usaha untuk berdiskusi, melakukan dialog, atau menghargai hak untuk menyuarakan pendapat di depan publik.

"Pemimpin Badan Pengawas DPR RI enggan ambil bagian dalam membahas atau menanggapi perpindahan tempat aksi tersebut," tegasnya.

Namun demikian, usaha untuk membubarkan tetap berlangsung. Dikonfirmasi bahwa petugas Sat Pol PP mencoba menggerakkan tenda yang masih memuat para pendemo di dalamnya.

Al menyebutkan bahwa usai pembicaraan yang cukup lama, kedua belah pihak gagal menemukan titik temu.

Sebagai akibatnya, Satpol PP dengan paksa merobohkan tenda mereka dan memindahkan beragam barang milik para pendemo, seperti tenda, makanan, serta minuman.

"Beberapa perselisihan dan tug-of-war terjadi di tiap tenda, meliputi kerusakan, pembukaan tenda dengan kekerasan, serta pengambilan paksa makanan dan minuman yang dimiliki oleh para pendemo," katanya.

"Ada juga beberapa wanita pemrotes yang mencoba mendaki ke atas truk guna merebut kembali makanan dan minuman itu. Namun, hal ini menimbulkan konflik antara petugas Satpol PP dengan para wanita tadi," jelasnya.

Dalam sebuah tenda tempat dihuni oleh partisipan wanita dalam aksi tersebut, terjadilah suatu perselisihan yang sengit sampai seorang peserta mengklaim dirinya ditampol dari bagian luar.

"Lebih lanjut, pemecatan yang dijalankan oleh Sat Pol memberikan dampak syok psikis kepada sebagian pelaku aksi lantaran hal tersebut dilaksanakan dengan cara paksa," tutupnya.

Post a Comment

0 Comments