Investor Pabrik Smartphone CS Mengejar Kebijakan TKDN yang Stabil

Bisnisia.com , JAKARTA – AIPTI mengharapkan kepada pihak pemerintahan agar tetap menjaga aturan tentang Persentase Kandungan Dalam Negeri (KDNI). TKDN ) guna menutrisi sektor yang sudah menggelontorkan dana ke Negeri Ini.

Sekretaris Jenderal AIPTI Joegianto menyebut bahwa organisasinya memandang TKDN sebagai sebuah komponen penting. non-tariff measures (NPM) yaitu kebijakan non-pajak di bidang perdagangan internasional guna memelihara daya industri lokal.

"Pengusaha HKT [telepon genggam, komputer, tablet] berharap agar aturan tersebut terus dipelihara, sementara untuk TKDN yang sebenarnya tak dibutuhkan dapat dilonggarkan," jelas Joegianto saat diwawancara oleh Bisnis pada hari Minggu, 13 April 2025.

Sebuah sisinya, ia berpendapat bahwa TKDN merupakan salah satu hambatan untuknya. investor Asing untuk berinvestasi di dalam negeri karena TKDN mengharuskan adanya alokasi dana ekstra yang signifikan.

Bagi Indonesia yang memiliki sedikit hambatan perdagangan, TKDN menjadi sumber bantuan untuk industri sehingga bisa berkompetisi melawan produk luar negeri di pasarnya sendiri.

AIPTI menanggapi rencana pemerintah untuk memberikan kelentanan pada persyaratan TKDN dengan keyakinan bahwa aturan tentang TKDN takkan ditiadai, melainkan pola pikir dan regulasi terkaitnya saja yang bakal direvisi.

"Mungkin yang akan diumumkan oleh pemerintah adalah TKDN yang menjadi tantangan. Tantangan ini seperti hambatan-hambatan yang ada dalam bisnis di Indonesia untuk meningkatkan daya saing kita," jelasnya.

Meskipun demikian, ia menyebut bahwa TKDN berhasil mengundang modal asing untuk mendirikan pabrik lokal di tanah air. Di Indonesia, ada dua sektor dengan persentase TKDN yang cukup signifikan yakni sektor otomotif melebihi 80%, serta industri telekomunikasi seperti perangkat seluler, smartphone, komputer portabel, dan tablet (HKT), yang berada pada angka sekitar 40%.

Jika aturan TKDN untuk kedua jenis barang itu dikendurkan, hal ini pada dasarnya bisa mempermudah produk luar negeri masuk dan menghidupkan kembali persaingan di pasaran lokal. Di sisi lain, biaya produksi dalam negeri dipandang tetap cukup mahal dan belum mampu menandingi harga produk impor yang lebih terjangkau.

Misalkannya, dia menyebutkan bahwa tarif Pos Telkom (Postel) kurang lebih senilai Rp60 juta, biaya pengujian Specific Absorption Rate (SAR) adalah sebesar Rp250 juta, dan untuk kepatuhan Terkait Dalam Negeri (TKDN) diperlukan biaya antara Rp30 hingga Rp50 juta. Biaya-biaya tersebut merupakan beban tambahan di luar dari cost of production atau biaya produksinya.

"Jadi pertanyaan ini berkaitan dengan HKT, jika diizinkan untuk impor secara utuh, maka persoalannya beres. Pegawai yang merakit smartphone Samsung dan Vivo akan kehilangan pekerjaan mereka. Saya kira tidak masuk akal apabila pemerintah biarkan hal tersebut terjadi," paparnya.

Akan tetapi, ia setuju apabila pemerintah menyediakan dukungan untuk proses impor yang bersifat sebagai bahan baku industri. Karena memang benar bahwa terdapat sejumlah material pokok yang belum tersedia di Indonesia.

Post a Comment

0 Comments