Teknik Curang Dr. Priguna Merampas Keluarga Pasien: Memanfaatkan Keadaan Ayah yang Dalam Masa Kritis

Priguna Anugerah (31), seorang resident dalam bidang anastesi di PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), diduga mengambil keuntungan dari situasi darurat ketika pasien sedang kritis dan menekankan keluarga pasien tersebut.

Pada saat tersebut, orang yang menjadi korban sedang merawat bapaknya yang sakit dan memerlukan tranfusi darah.

Terdakwa yang juga adalah seorang dokter bersikeras bahwa dia menjalankan pemeriksaan darah pada keluarga pasien, yaitu FH (21).

Pelaku mendekati korban dengan alasan akan melaksanakan pemeriksaan crossmatch, yaitu pengecekan kesesuaian grup darah yang diperlukan untuk tranfusi.

Meski pun dipersilakan untuk diperiksa darahnya secara terpisah.

Kepala Divisi Reskrimum Polda Jawa Barat, Surawan mengklaim bahwa tersangka pemerkosaan berinisial PA (31), yang melakukan tindakan tidak senonoh pada anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Hasan Sadikin Bandung, telah ditahan saat menggunakan kamar baru tersebut.

Menurut Surawan, hasil visum mengungkapkan adanya sperma yang akan ditest genomnya dari organ intim korban dan juga alat kontrasepsi.

"Pelajar yang berumur 21 tahun menjadi korban sementara sang pelaku adalah seorang berusia 31 tahun. Insiden tersebut terjadi pada pukul 17:00 WIB ketika sang pelaku ingin mendonorkan darah kepada ayah dari korban lantaran situasi ayah korban sangat mengkhawatirkan, dan dia pun menuntut agar putranya sendiri yang harus melaksanakan proses pendonoran," jelasnya pada hari Rabu (9/4/2025).

Surawan mengatakan bahwa para korban tidak mengetahui maksud pelaku tetapi mereka diboyong ke sebuah ruangan baru di RSHS.

Pelaku mengambil keuntungan dari situasi sulit yang dialami oleh ayah sang korban dengan alasan akan melaksanakan transfusi darah.

Bukan hanya itu, setelah perbuatannya terungkap, tersangka mencoba untuk mengakhiri nyawaanya dan kemudian dirawat di rumah sakit.

"Penjahat tersebut diamankan di tempat tinggalnya yang ada di Bandung. Ternyata, penjahat itu bahkan berencana untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara menusuk nadinya pada tangannya," jelas Surawan.

"Pelakunya diamankan pada tanggal 23 Maret 2025 setelah dilakukan penggerebekan. Sebelum penangkapan, dia menjalani perawatan medis terlebih dahulu," jelasnya selanjutnya.

Surawan juga menyebut bahwa keadaan korbannya telah membaik walaupun masih terdapat sedikit rasa traumatis.

Sampai saat ini, para korban tetap menerima bantuan dari Satuan Penanganan Wanita dan Anak (PPA) Polda Jawa Barat. Prosedur hukumnya masih dalam proses dengan dukungan lengkap baik dari institusi perguruan tinggi maupun fasilitas medis.

Kemenkes Tindak Tegas

Saat ini, Dirjen Pelayaran Kesehatan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Azhar Jaya, menyatakan bahwa instansinya menggarisbawahi pentingnya penghapusan segala bentuk kekerasan, mulai dari fisikal sampai seksual, yang mungkin terjadi dalam lingkup pendidikan kedokteran.

Oleh karena itu, Kemenkes telah mengambil langkah tegas dengan memberikan hukuman larangan bertahan selamanya bagi yang bersangkutan agar tidak lagi meneruskan program residennya di RSHS Bandung.

"Sanksi keras telah diberlakukan dengan mencabut hak PPDS tersebut untuk melanjutkan pendidikannya sebagai resident secara permanen di RSHS dan mengirimkannya kembali ke FK Unpad. Sedangkan tentang hukuman tambahan, hal itu merupakan kewenangan dari FK Unpad," jelas Azhar saat memberikan keterangan pada awak media, Rabu (9/4/2025).

Sesuai dengan informasi tersebut, para korban adalah anggota keluarga yang tengah menantikan seorang pasien.

Para korban baru menyadari sekitar 4-5 jam setelah mendapatkan pengobatan dan mengeluhkan rasa nyeri di daerah sensitif mereka.

Kondisi sang korban telah meningkat walaupun masih terdapat rasa traumatik yang sedikit.

Unpad Berhentikan Pelaku

Pada sementara waktu, PAP dihapuskan dari program PPDS sebab diketahui melanggar kode etik dengan serius serta melakukan tindakan pidana yang merusak citra lembaga dan profesion kedokteran.

Unpad mengakhiri keterlibatan pelaku dalam program PPDS sebagai tanggapan atas kasus yang terjadi, dan lembaga ini juga telah menerapkan hukuman keras dengan cara memecatnya dari program PPDS.

"Sebab sang dicurigai adalah seorang PPDS yang ditempatkan sementara di RSHS dan bukan pegawai tetap RSHS, langkah tegas telah diambil oleh Unpad dengan mengakhiri keikutsertaannya dalam program PPDS," demikian tertulis dalam pernyataan tersebut.

Sebaliknya, Unpad juga bersumpah akan membantu korban dalam melaporkan kasus tersebut kepada Polda Jawa Barat.

Berawal Cek Darah

Saat ini, menurut Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, insiden tersebut dimulai ketika tersangka sedang melakukan pemeriksaan darah pada keluarga pasien, yaitu FH (21).

"Pelaku menuntut agar korban FH dipaksa memberikan darah serta mengantar korban keluar dari ruang IGD menuju ke gedung MCHC lantai tujuh di RSHS. Korban pernah merasa pusing akibat larutan yang disuntetkan oleh tersangka, setelah sadar, korban pun mulai merasakan nyeri di beberapa area tubuhnya," jelasnya.

Hendra mengatakan bahwa pada 18 Maret 2025 kira-kira pukul 01.00 WIB, sang pelaku menuntut agar darah dikumpulkan dari korban dan kemudian membawa korban dari ruangan IGD menuju gedung MCHC lantai tujuh. Si penjahat tersebut juga memerintahkan supaya korban tidak disertai oleh saudara kandungnya.

"Setibanya di gedung MCHC, tersangka menyuruh korban untuk menukar pakaiannya dengan jubah bedah yang berwarna hijau serta memintanya melepaskan bajunya beserta celana. Selanjutnya, sang pelaku menusuk lengan kirinya dan kanan korban sebanyak 15 kali menggunakan jarum," ujarnya.

Pelaku lalu mengaitkan jarum dengan saluran intravena dan memompa cairan jernih ke dalam saluran tersebut. Setelah beberapa menit, korban mulai merasa pusing sampai akhirnya tidak sadar lagi.

"Sesudah sadar, korban dimintai untuk menukar bajunya sekali lagi. Kemudian, sesampainya kembali di ruangan IGD, barulah korban menyadari kalau waktu tersebut adalah pukul 04.00 WIB. Korban lantas menceritakan kepada sang ibu bahwasanya pelaku telah mencoba mengambil darah sebanyak 15 kali dan menambahkan larutan jernid kedalam selang infus sehingga membuat korban menjadi tidak sadarkan diri, ditambah juga rasa sakit terjadi pada area tertentu sewaktu korban berusaha buang air kecil," ungkap Hendra.

Pelaku tersebut memiliki alamat di KTP-nya di Pontianak namun sekarang menetap di Bandung. Di sisi lain, korban adalah penduduk asli Bandung.

"Sudah pula kami mengumpulkan keterangaian dari sejumlah saksi, serta berencana untuk memintanya dari pakar guna mendukung investigasi ini," katanya.

Barang bukti yang telah disita meliputi dua set lengkap infus, dua pasang sarung tangan, tujuh botol suntikan, 12 batang jarum suntik, satu karet gelang, serta berbagai macam obat-obatan.

Pelaku saat ini sudah dijadikan sebagai tersangka dan menghadapi ancaman hukuman penjara selama 12 tahun.

"Pelaku dijerat Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan sanksi hukumannya bisa mencapai penjara selama 12 tahun paling lama," jelas Hendra.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Kombes Surawan, mengungkapkan bahwa sang pelaku sudah diamankan mulai tanggal 23 Maret.

"Telah diamankan sejak tanggal 23 Maret dan sudah kita tangkap," katanya.

Surawan menyatakan bahwa orang yang dicurigai dengan inisial PAP (31) adalah salah satu mahasiswa spesialisasi dalam anestesi yang sedang melakukan praktek di rumah sakit itu.

"Jadi, jika menggunakan terminologi dari sana, ia sedang mengejar spesialisasi dalam anestesi," terangnya.

Sementara, Direktur Utama RSHS, Rachim Dinata Marsidi, juga mengonfirmasi peristiwa ini dan menyatakan kekecewaannya.

Dia mengonfirmasi bahwa tersangka telah dikembalikan ke Unpad dan dihentikan dari program studi.

"Pelaku sudah melaksanakan tindakan yang sangat serius akibat dari kejahatan. Keputusan kami adalah untuk mencabut haknya dalam menyelesaikan program studi spesialisasi kedokterannya di RSHS," jelasnya.

Universitas Padjadjaran pun telah mengambil tindakan yang keras.

Kronologi kejadian

PAP melakukan aksinya di salah satu ruangan di lantai 7 salah satu gedung di RSHS pada pertengahan Maret 2025.

Kejadian berawal saat korban korban yang sedang menunggu pasien di RSHS Bandung diarahkan pelaku untuk melakukan sebuah prosedur medis.

Pelakunya yang merupakan seorang mahasiswa semester kedua dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS), mendekati korbannya dengan dalih akan melaksanakan pemeriksaan crossmatch atau pengecekan keserasian golongan darah untuk tujuan transfusi pada pasien.

Pada tahap itu, sang pelaku memasukkan zat yang diyakini berisi obat bius Midazolam ke dalam tubuh korban sampai membuat mereka pingsan dan tak sadar.

Pada saat tersebut, sang ayah dari pihak korban yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Tampan (RSHS) memerlukan pendonor darah.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan darah, korban dibius hingga tak sadarkan diri.

Beberapa jam setelah itu, saat korbannya mulai sadar, ia tidak hanya mengalami rasa sakit di tangan yang pernah dipasangi infus, tapi juga di daerah kelaminnya.

Para korban menjalani pemeriksaan medis dan ditemukan adanya tanda-tanda dari cairan spermatozoa pada area kelamin mereka.

Kelompok keluarga dari pihak korban langsung menginformasikan insiden tersebut kepada Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat.

(*/ )

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook , Instagram , Twitter dan WA Channel

Post a Comment

0 Comments